Sumber: Ibu-ibu DI

Tanya

Ibu, mohon sharingnya ya, mulai kapan para ibu DI memperkenalkan bahasa asing ke 2 kepada anak-anak kita, dari beberapa curhat ibu-ibu DI aku sering membaca bahwa si anak sering berkomunikasi pada orang tuanya dengan bahasa Inggris (mungkin karena di sekolahnya mengunakan bahasa Inggris ya) Dari beberapa teori yang aku tahu, sebaiknya kalau anak ingin mengenal 2 bahasa, salah satu orang tuanya harus mengunakan bahasa (asing) keduanya misal sama ibunya bicara dalam bahasa Inggris dan sama bapaknya bahasa Indonesia, apakah hal ini efektif? Kalau anak disekolahkan di sekolah bilingual, mungkin akan lebih mudah ya, nah kalau anak kita disekolahkan di sekolah biasa (negri/swasta) yang bahasa sehari-harinya bahasa Indonesia, bagaimana? Mohon sharing juga bagaimana kalau kita ingin mengajarkan anak kita untuk ber-dwi bahasa dirumah, tapi si orang tua sendiri tidak PD dengan bahasa Inggrisnya?? (mis. Grammer-nya tidak benar dan lain-lain) [Rn]

Jawab

Prinsipnya selama anak < 12 tahun, masih mudah untuk mengenalkan bahasa asing. Otaknya masih punya memori besar buat menyimpan kata-kata baru (makanya, jangan suka bicara kasar/jelek ke anak, karena dia akan mudah ingat juga!) Sekolah-sekolah di Jakarta sekarang kebanyakan sudah bilingual juga. Malah aku dengar ada yang dari preschool/playgroup sudah diajari bahasa Inggris dan Cina (waaa, aku saja ingin sekali belajar bahasa cina). Iya, katanya lebih efektif kalau si anak bicara ke orang tua masing dengan bahasa berbeda. Ibunya jangan malu-malu sambil mengajari si anak, kan belajar juga. Paling tidak menambah keberanian bicara dalam bahasa Inggris lah! (medhok ya nggak papa). Cuma kalau aku sendiri, bicara ke anak-anakku hehe, suka-sukalah kadang Inodnesia, kadang Inggris, kadang Spanyol, kadang Jawa. Alhamdulillah anak-anakku mengerti semua. Kalau mau lihat-lihat, di webnya DI rasanya ada deh bahasan soal bilingual ini. Ok, selamat belajar bahasa asing! The earlier the better, begitu kata profesorku [Qn]

Menerapkan dwi bahasa pada anak

Aku mulai serius berbahasa Inggris sama anak-anak sejak anak pertamaku masuk sekolah (2 tahun) dan sekolahnya cuap cuap bahasa Inggris. Dirumah jadinya pakai bahasa campur-campur, apalagi sekarang harus berbahasa mandarin juga, benar-benar campur-campur deh. Memang menurut teori lebih baik cuma omong 1 bahasa sama 1 orang, bukan omong banyak bahasa sama banyak orang. Tapi karena anak-anakku sudah lebih besar (bukan bayi yang lagi belajar omong) jadinya ya tidak masalah. Aku juga tidak bicara pakai bahasa Inggris yang benar dan tepat kok, kadang seperti ini : `oh john please dont do that, dong' Kalau ada vocab yang aku tidak mengerti juga aku bablas saja, yang penting anak-anak mengerti dan tahu sebagai bukan native speaker modalnya adalah berani. Cepat sekali anak-anak itu bisanya. Anak keduaku saja yang masih suka ngawur misalnya suka kebalik menggunakan come here sama come in, paling kakaknya yang hobby membetulkan. Bukan cuma bahasa Inggris, ada baiknya bahasa daerah juga dikenalkan, digunakan sedikit-sedikit supaya anak-anak tidak buta sama sekali. Pokoknya tidak usah takut, nekad saja [stl]

Soal grammar santai saja. Saya setuju sama Stl, kita nekad saja. Biasanya kalau anak cepat kok menyerapnya. Anak saya ketika umur 3 tahun aku masukkan ke sekolah yang full Inggris, padahal di rumah mamanya malas pakai bahasa Inggris. Sekarang anakku sudah berumur 5 tahun, dia bisa tiba-tiba nyeletuk dalam bahasa Inggris tanpa mikir lagi. Malah, kadang-kadang dia bilang mama talk in english. I wanna say in english. Hehehe aku ya kelabakan tapi aku ladeni. Paling kalau tidak tahu, kujawab later ya, ask papa :) [Ann]

Benar, biarpun kita suka ngawur dan nekad, tapi pengaruh dari sekolah dan film serta bacaan, gramarnya akan betul dengan sendirinya. Dan lagi kalau terbiasa berbahasa Inggris, lama-lama memang dia akan bicara Inggris otomatis saja begitu. Anak pertamaku sekarang lebih lancar mencurahkan maksudnya pakai bahasa inggris. Buat dia lebih gampang kali, kadang kalau bicara suka begini: ma, kalau aku punya .. (diam sejenak) time.. boleh main gak ? terus nanti dia koreksi, eh kalau aku punya waktu. Jadi time lebih dulu muncul di kepalanya dari pada waktu, itu otomatis. Dia jugag lebih suka bilang how do you know, dari pada 'dari mana mama tahu' misalnya? sekali lagi, yang penting vocabnya deh yang banyak soal gramar akan terus menerus membaik seiiring dengan waktu [stl]

Ikutan komentar sedikit ya. Kalau pengalaman aku masih baru, karena anakku masih 2 tahun. Masih kalah sama moms yang lain. Tapi, sekarang ini anakku dah mulai ceriwis ngomong. Sejak awal, kami mengenalkan benda dan pembicaraan sederhana pakai Inggris, hokkian. Nah, kata orang, sianak akan bingung, kenyataannya kok tidak. Anakku kalau lihat bulan,"ma..ma...moon" Begitu pula dengan lihat jam,"ma..ma..clock...(terus dilanjut)...ji-ching(hokkian-nya jam)" Begitu pula untuk yang lainnya, dia bisa langsung membedakan dan sianak tetap tidak bingung. Sekali waktu aku coba tanya pakai Indonesia, dia bisa langsung menunjuk apa yang ditanyakan [Ln]

Seperti yang dibilang Qn, lebih cepat lebih baik, tapi mungkin tidak usah ngotot. Kalau memang anaknya suka nanti dia terus sendiri yang penting kita memfasilitasi saja. Bantu dengan tontonan cd/vcd english yang menarik, buku-buku ataupun mainan. Sekolah bilingual memang membantu anak untuk 'mau tidak mau' berbahasa English, tapi kalau di rumah juga tidak dipakai biasanya perkembangannya tidak sebaik dengan yang aktif menggunakan di rumah. Keponakanku sekolah di Tirta Marta pengantarnya bahasa tapi mereka dapat English, di rumah rajin nonton cartoon di Kablevision akhirnya berkembang juga englishnya. Aku sekarang belajar mandarin dari anakku yang kebetulan memang dapat di sekolah, menulisnya aku tidak tahu (habis susah), tapi kalau pengucapan sedikit-dikit bisalah. Tadinya aku sempat khawatir apalagi waktu anakku mau ada test mandarin, bagaimana mengajari anakku, sementara aku buta sama sekali, ya sudah aku pasrah saja, eh ternyata malah anakku dapat 90 ;-) Malahan pelajaran yang menggunakan bahasa nilainya justru jelek, karena bahasa yang digunakan baku sekali jadi anakku malah bingung. Di rumah aku sama suami sering pakai bahasa batak juga apalagi untuk membicarakan sesuatu tentang anak supaya mereka tidak mengerti. Tapi belakangan waktu kita lagi bicara anak keduaku langsung protes, padahal kita tidak menyebut namanya sama sekali. Wah.. gawat ternyata dia juga mulai mengerti bahasa batak. Aku senang-senang saja, makin banyak dia tahu makin bagus, apalagi bahasa batak kan bahasa daerah, siapa lagi yang melestarikannya kalau bukan orang batak juga. Intinya jangan ragu memperkenalkan bahasa asing/daerah kepada anak-anak karena mereka punya daya serap yang tinggi, usahakan aktif agar mereka semakin berkembang, tidak usah khawatir soal grammar-grammaran dulu sekarang nanti juga belajar di sekolah. [DN]

Aku sharing berdasarkan pengalamanku saja ya. Kebetulan aku juga sudah mencoba berbilingual dengan anakku sejak anakku belum bisa bicara jelas, yaah..umurnya masih dibawah setahun. Cuma memang pada waktu itu untuk kata-kata yang sehari-hati dilakukan oleh anak, misalnya :
- kalau kita minta dia duduk kita bilang : sit down, please ..
- terus ketika mau membangunkan dia tidur : Rayval, wake up, sayang....
- ketika lagi belajar jalan aku bilang : Ayo nak, come on walk, you can do it, Nak...
- ketika mau makan : it's time for breakfast, ayo, come on eat...
- kalau mau minum susu : finish your milk, ya...dan lain sebagainya
Lama kelamaan anak tahu kok instruksi kita itu apa & bisa melakukan sesuai instruksi kita. Sekarang anakku 2,5 thn & aku masih konsisten berbahasa Inggris dengan anakku. Aku juga campur-campur pakai bahasa Indonesia, tidak harus sempurna bahasa Inggrisnya, bhs Inggrisku juga standardlah, tidak bagus-bagus amat. Sekarang ini anakku juga bicara Inggrisnya campur-campur sama bahasa Indonesia. Contohnya sejak kecil kalau mau tidur pasti aku bacakan buku cerita dalam bahasa Inggris juga, nanti dia akan bilang : mama reading, aku listening ya...dan menurut aku itu tidak apa-apa. Kebetulan juga anakku di Tumble Tots. O,iya aku juga membiasakan dia nonton VCD anak-anak yang berbahasa Inggris, contohnya Barney (sering kan Ibus DI punya topik Barney). Nah, dari pengalamanku, dengan nonton Barney, bisa buat belajar bahasa Inggris juga buat anak (& ibunya juga). Kebetulan anakku sukaaaaa sekali sama Barney, pokoknya tiada hari tanpa barney. Atau juga bisa disetel VCD lagu anak-anak yang berbahasa Inggris. Dulu waktu pertama-tama suka bicara bahasa Inggris sama anakku, suka tidak enak sama keluarga mertuaku. Aku sempat takut mereka akan berpikiran aku sok-sokan berbahasa Inggris. Tapi aku cuek saja, dengan harapan mereka tahu bahwa beginilah salah satu cara aku mendidik anakku. Eh, lama-lama, mertuaku & kakak iparku malah mengikuti aku, suka berbahasa Inggris juga sama anakku, Ok, pede-pede saja ber-bilingual sama anak & kuncinya adalah konsisten [Ly]

Pertama kali ada ulangan mandarin, aku kerja sampai malam, suamiku tidak bisa mandarin sama sekali, jadi pasrah saja. Eh ternyata anakku juga bisa dapat 90an, sampai kagum kami melihat hasil ulangannya, kok bisa ya hehehe ini nih orang tua suka underestimate anak :-) Aku dan suamiku berdua cuma bisa bahasa Indonesia dan Inggris, aku fasih sunda suamiku teu ngertos, suamiku fasih bahasa jowo aku ora pati luancar. Jadi kalau mau bicara rahasia gitu, terpaksa menunggu benar-benar berdua, karena jelas-jelas John dan David mengerti. Kadang jadi ingin ketawa juga, karena begitu ngomong apa tahu-tahu berhenti dan mau ganti pakai english, Anak pertamku terutama sudah paham sekali langsung perhatikan kami berdua. Sudahlah tidak jadi lanjut karena tahu percuma saja dia bakal tahu juga. Aku juga dulu rajin les inggris karena motivasi ingin mengerti orang tuaku pada bicara apa sih? [stl]

Mau ikutan sharing soal bahasa kedua, ketiga dan seterusnya buat anak, moga-moga belum basi. Kalau aku justru agak beda ya sama pendapat para ibu yang lain, sebelum aku kenalkan bahasa kedua dan seterusnya, maka anakku harus benar-benar menguasai dulu bahasa ibu, yaitu bahasa Indonesia dengan baik, karena dia memang anak Indonesia, dan akan besar dan tinggal di Indonesia, dimana bahasa nasionalnya pun bahasa Indonesia. Dia akan berkomunikasi tidak hanya dengan ibunya atau orang dalam rumah saja, tapi juga dengan tukang becak, pedagang toko dan sebagainya, bagaimana mau komunikasi dengan bagus kalauo dia lebih lancar bahasa lain dimana orang kebanyakan disekitarnya tidak paham. Kalau bahasa ibu sudah bagus dia kuasai dan terus aku pelihara, terutama kosa kata, baru aku kenalkan bahasa lain. Walaupun sekarang anakku bisa bahasa asing (bahasa jepang), karena disekolah pakainya itu, tapi aku tetap kalau dirumah pakai bahasa Indonesia, kalaupun dia suka lebih fasih dan lebih lancar pakai bahasa jepang kalau jawab atau cerita, tapi aku suka ingatkan dia supaya pakai bahasa Indonesia, karena beberapa temanku anaknya yang biasa pakai bahasa asing (yang sudah tidak asing lagi), justru merasa asing dengan bahasa Indonesia, dan ini cukup memprihatinkan. Masa dia (kelas dua SD), suka bingung apa arti " pukul berapa kamu bangun?", anaknya temanku tanya sama ibunya, kenapa kalau bangun kok dipukul? Nah aku tidak ingin anakku seperti itu, asing dengan bahasa nasionalnya sendiri, jadi kalau menurutku tidak usah terburu-buru mengajari banyak bahasa, mungkin diatas 4-5 tahun baru aku sedikit-sedikit ajari bahasa lain. Toh kita tinggal di Indonesia, dan teman-teman anak kita tidak sebatas teman sekolah, tapi juga anak-anak yang kurang beruntung lainnya itu jauh lebih banyak,(aku ingin anakku bisa main dengan siapa saja, anak pembantu, tetangga yang tukang becak dan lain-lain) dan bagaimana anakku bisa peka dan berempati ke mereka kalau dia tidak bisa bicara sama mereka. Selain berharap, moga-moga anakku akan tetap bangga pakai bahasa Indonesia. Tapi memang tiap anak lain-lain kali ya, jadi memang tergantung kondisi masing-masing. Itu dulu mbak, maaf ya kalau ada yang kurang berkenan [Hrmn]

Sekedar menambahkan, Anak-anak terlahir dengan apa yang disebut LAD (languange acquisition devices) di dalam otaknya yang bisa memungkinkan anak untuk menyerap beberapa bahasa secara simultan pada saat yang bersamaan (multilingual). Berdasarkan penelitian seorang anak bisa menyerap secara simultan sampai 6 bahasa sekaligus tanpa menjadi bingung satu bahasa dengan yang lain dan golden age untuk hal tersebut adalah 3-6 th. Jadi kalau aku prinsipnya sayang kalau 'device' yang sudah ada di otak anak tersebut tidak dimanfaatkan dengan hanya meng'expose' dia terhadap satu bahasa saja. Jadi memperkenalkan anak kepada bahasa asing diusia dini sebetulnya bukan untuk gagah-gagahan dan untuk mengesampingkan bahasa ibunya tapi karena memang saat itulah 'the best time'nya. Effortnya akan lebih besar bagi kita orang tua atau sekolah kalau kita baru memperkenalkannya di tahap yang sudah lanjut. Dulu aku pernah mengajar di LIA dan kebetulan kelasku sore dan malam yang muridnya banyak pegawai, tobat deh, betul-betul perlu extra effort! Kalau diibaratkan lebih baik belajar balet pada saat masih kecil! ototnya masih lentur, coba kalau kita belajar balet pada saat sudah SMA atau mahasiswa atau sudah jadi ibu-ibu, apa tidak keseleo dan patah-patah. Kira-kira itu analoginya dengan kemampuan seseorang menyerap bahasa. Makanya kalau kita bandingkan kemampuan bhs Inggris (misalnya) generasi kita dengan bahasa Inggris generasi dibawah kita, jauh lebih baik yang sekarang, karena kita dulu dapat pelajaran bahasa inggris baru pada saat sudah di jenjang SMP, jadi tidak optimal. Kebetulan aku mengajar di PT yang bahasa pengantarnya perkuliahannya bahasa inggris, dan aku perhatikan sebagian besar mahasiswa-mahasiswaku bahasa inggrisnya jauh lebih canggih daripada generasiku dulu, bahkan untuk bahasa inggris akademisnya. Ini dikarenakan exposure terhadap bahasa asing sudah diperkenalkan pada saat mereka SD dan exposure lain seperti TV juga sudah semakin intens dan banyak, jadi jangan heran bahasa Inggrisnya canggih-canggih. Apalagi nanti generasi anak-anak kita yang sudah mulai diperkenalkan lebih awal lagi, pasti akan lebih canggih dan sempurna. Jadi biar saja anak-anak berbahasa indonesia dengan ibunya, bahasa inggris dengan ayahnya, bahasa jepang dengan neneknya, bahasa jawa dengan pembantu di rumah, dan lain-lain. Anakku yang kecil, sekarang lagi senang-senangnya belajar menghitung pakai bahasa Jawa, karena diajari pembantu di rumah, siji, loro, telu, kenapa tidak? Belajar bahasa asing bukan berarti kita harus kehilangan identitas kita sebagai bangsa indonesia [ind]

Mbak Ind, aku ingin tahu kalau mengajarkan anak kecil kita harus kasih tahu tidak, bahwa yang dia bicarakan itu bahasa Inggris, atau bahasa Indonesia. Dan apa kita langsung saja ajak komunikasi dengan bahasa Inggris, atau tiap ngomong bahasa Inggris, kita perlu kasih tahu arti kata-kata kita itu dalam bahasa Indonesia? Soalnya aku tidak pernah ajari anakku bahasa inggris, tapi, ya itu, benar kata Mbak Ind, anakku senang nonton TV, dan dia sering meniru beberapa kata-kata, sedikit, paling cuma 'no', 'thank you', 'excuse me', 'please', seperti itu. Cuma aku heran, sebenarnya dia mengerti tidak apa yang dia bicarakan [Run]

Run, Ya tidak usah, Yang penting mereka kita 'expose' sebanyak-banyaknya, langsung saja 'nyerocos' tentunya dengan bahasa-bahasa sederhana. Supaya mereka lebih cepat menangkapnya kita bisa menggunakan gesture, mimik dan ekspresi-ekspresi yang menarik perhatian. Misalnya kita sedang membacakan cerita, pada saat tokohnya ketakutan kita juga pasang muka ketakutan, pasti mereka akan lebih cepat mengerti.Misalnya kita menyuruh mereka untuk menutup pintu, sambil tunjuk ke pintu kita bisa bilang 'could you close the door please?". Nonton TV juga sarana yang baik, misalnya ada tokohnya yang menangis, kita bisa bilang "see..she's crying, why is she crying?". Biarpun mereka pada awalnya misalnya masih menjawab dengan bahasa indonesia, tidak papa, yang penting mereka sudah mulai mengerti apa yang kita tanya dalam bahasa Inggris. Tahap penguasan bahasa dimulai dari listening, kemudian speaking, kemudian reading dan yang paling rumit writing. Jadi one step at a time! beberapa simple functional expressions yang kamu perkenalkan ke anakmu seperti "! ;thank you, excuse me" dan lain-lain sudah betul sekali, yang penting dalam konteks yang tepat. Kalau aku sangat tidak merecommend dengan sistem menterjemahkan, karena akan berakibat kurang baik terutama untuk long termnya. Setiap mau berbicara nanti mereka mikir dulu dibahasa pertamanya baru kemudian diterjemahkan ke bahasa ke-2,3, dan seterusnya. Prosesnya lebih lama dan nanti kalau sudah sampai ke penulisan bisa repot. Makanya banyak mahasiswa-mahasiswa indonesia di Luar negeri jago-jago kalau sudah bicara (speaking) tapi begitu menulis thesis belepotan. Jadi kalau boleh aku sarankan tidak usah terjemahkan segala, buat kita juga lebih repot dan seringkali membuat bingung nantinya. Selamat 'mengajarkan' si kecil! [ind]

Ini aku setuju sekali, aku menyayangkan orang-orang tidak mau mempelajari bahasa daerahnya, apalagi orang yang besar di daerah. Aku tidak pernah sekalipun tinggal di Medan, aku besar berpindah-pindah tempat maklum papiku pegawai negeri yang harus siap dipindahkan ke daerah manapun. Tapi beruntung aku punya mami dan papi yang selalu mengajarkan aku bahasa batak (padahal mereka juga berkomunikasi pakai bahasa indonesia), mereka bilang kamu orang batak sayang sekali kalau tidak bisa bahasa batak. Aku 'fluent' bahasa padang dan batak, malah mungkin kalau bahasa padang teman-teman yang orang padangpun 'lewat' sama aku. Di kantor aku beruntung punya teman di kantor dari berbagai daerah yang bahasanya aku bisa, jadi aku bisa tetap memakai bahasa daerah yang aku kuasai. Dulu aku sempat kursus Perancis juga di CCF tapi karena sering tugas keluar kota dan mungkin juga I'm too old, jadi keteteran :-) Jadi benar sekali dibilang bahwa sebelum umur 6tahun adalah 'golden age' untuk memperkenalkan bahasa lain selain bahasa ibu. Sabtu lalu kami pergi menemui therapistnya anakku, sudah 4 tahun tidak ketemu dia masih sangat ingat sama anakku. Aku senang saja karena anak-anakku bisa berkomunikasi sama 'uncle Mike' dengan pede. Ini saat-saat aku menikmati 'hasil' menyekolahkan anak di sekolah bilingual. Mereka bisa langsung praktek sama orang asing tidak ragu-ragu tidak malu-malu. Mike juga sempat heran dan senang sekali bisa ngobrol sama mereka berdua. Sekarang anak-anak juga dapat pelajaran mandarin di sekolah dan bahasa batak di rumah [DN]

Terima kasih ya ibu-ibu semua, benar-benar membuka wawasanku untuk tidak ragu lagi mengunakan bahasa kedua pada anakku (15 bulan) so the sooner the better ya kan?? tapi jangan ngotot ya mengajarkannya sambil bermain dan lain-lain jadi anak tidak merasa terpaksa. Konsistensi juga diperlukan dalam mengajarkan anak berbahasa asing. Selain itu orang tua juga dituntut untuk ikut belajar bersama anak jadi dua-duanya bisa sama-sama pintar. Jujur saja aku juga agak ragu kalau mau bicara inggris ke anakku ketika lagi dirumah mertua takut dikira sok tapi sepertinya sudah tidak perlu lagi ya soalnya toh dia juga dapat berbahasa indonesia dengan eyangnya [Rn]
View Post
Menentukan apa yang mau dimakan menunjukkan kemandirian anak. Namun peningkatan kemandirian anak  perlu disikapi dengan tepat dan bijak. Misalnya ketika dia berkata, “Bunda, aku mau Sate Udang lagi!” Anda menjawab, “Yuk kita lihat di kulkas, apakah kita masih punya udang.” Anak yakin bahwa ia berperan penting dalam mengendalikan perilaku orang. Pemikiran ini baik terutama  bila dalam rangka pengembangan kemandirian dan sikap asertif serta membangun rasa percaya diri anak.

Tapi hati-hati, Anda juga bisa mengondisikan anak menjadi pemilih makanan (picky eater) bila setiap saat Anda menuruti keinginan anak makan makanan yang itu-itu saja.

Tahu variasi makanan. Dalam menentukan sendiri makanannya, mungkin Anda tak selalu dapat memenuhinya, karena menu makan di rumah Anda berbeda setiap hari. Tak apa, anak juga harus tahu variasi makanan dan Anda ingin balita makan dengan tepat.  Anda harus pintar menyiasati sambil terus mengembangkan kemandirian anak dalam memilih makanannya.

View Post
Sumber: ibu ibu DI

Tanya
Metode atau cara apa yang ibu-ibu lakukan untuk mengajar anak (dibawah 2 th) bahasa Inggris? (FI)

Jawab
Aku mengajar anakku bahasa Inggris perlahan-lahan. Sederhana saja, mulai ada kalimat yang paling sederhana, misalnya: no-tidak boleh, yes you can-boleh. Atau mengenal lingkungan seperti: daun-leaf, mobil-car, papa-daddy, bunda-mom, sakit-sick, demam-fever. Kalau kalimat panjang, umumnya si kecil belum menangkap secara jelas. Paling sepatah dua patah kata yang dimengerti. Yang paling ajaib dan kurasa cukup cepat prosesnya, aku sering dimintain anakku untuk memutar VCD Children Songs. (Do)

Kalau aku pakai metode sealamiah kita mengajar anak bicara bahasa Indonesia. Jadi khusus sama aku dia omong bahasa Inggris. Aku juga mix dengan metode flash card untuk menambah vocab. Setiap hari 5 vocab selama 1 minggu, minggu berikutnya 5 vocab lagi, demikian seterusnya. Terus aku juga mengarang simple conversation, terdiri dari 3-4 kalimat sederhana, misalnya: what is your name? how old are you? what are you? where do you live?. Meskipun kalau ditanya dia tidak jawab lengkap, tapi dia sudah mengerti kalau ditanya di atas jawabnya apa. Dan, kebetulan di rumahku beberapa sebulan sekali ada tamu dari Australia, jadi kalau ditanya, anakku yang pertama sudah bisa jawab, meskipun tidak lengkap. Buku bahasa Inggris simple juga banyak membantu, kita baca biasa supaya dia pendengaran dia terbiasa dengan pronouncation. Dengan begitu di dalam otaknya sudah terbentuk neuro-pathway bahasa, yang nantinya pada usia sekolah bila dia mendapat grammar tidak terlalu susah dibandingkan anak yang tidak pernah mendengar foreign language sebelumnya. (Ir)



Kalau anakku keseringan aku pasangkan lagu-lagu Beatles, suatu saat aku dengar dia nyanyi-nyanyi kecil (Fe)

Menurut yang pernah aku baca, saat yang paling tepat mengajarkan anak bahasa lain selain Indonesia adalah pada saat usia 3 tahun. Karena diusia tersebut diharapkan si anak sudah fasih dengan bahasa kita (Indonesia). Dan salah satu cara yang mudah adalah dengan membagi tugas antara si ayah dan ibu. Misalnya ngomong Indonesia dengan ibu, dan ngomong Inggris dengan Ayah. Lalu juga bikin pengulangan kalimat dalam 2 bahasa. Contohnya kalau menyuruh anak melepas sepatu dalam bahasa Indonesia, setelah itu ulang kalimatnya dengan bahasa Inggris (take off your shoes please). (Ve)

Anak-anak itu paling cepat banget kalau diajarin sesuatu yang baru. apalagi usia 3 - 6 tahun itu masa emas anak untuk menyesuaikan diri dengan bahasa orang di sekelilingnya, daya ingatnya lebih peka. Aku sebenarnya sedih dengar di indonesia acara barney dan acara anak lainnya yang berisi lagu lagu pake acara di dubbing segala. Sebab barney yang aslinya pake bahasa inggris itu lagunya enak dan lebih pas kalau tidak didubbing. Lagi pula banyak syair yang lucu untuk anak kalau di lagukan, sekalian mengenalkan mereka bahasa inggris. Anakku banyak belajar bahasa inggris dari acara barney, dora, bob the builder dll. (Th)
View Post

Tak hanya kesehatan anak yang dapat terganggu karena terlalu banyak memakan makanan cepat saji atau junk food. Prestasi anak di sekolah juga dapat menurun. Sebuah penelitian membuktikannya.

Penelitian itu dilakukan dengan melakukan survei terhadap 5.000 siswa dan siswi sekolah dasar di Amerika Serikat. Penelitian yang dikutip dari Telegraph, itu membuktikan bahwa adanya hubungan pola makan yang tidak sehat dengan menurunnya kemampuan akademik siswa dan siswi tersebut.

Digambarkan bahwa rata-rata anak makan di restoran cepat saji tiga kali dalam seminggu. Saat diteliti lebih jauh, kemampuan membaca dan matematika mereka rata-rata bernilai 141.5 poin.

Sedangkan para siswa yang makan di restoran cepat saji empat sampai lima kali, mendapat nilah lebih rendah 7 poin.

Yang paling parah, anak-anak yang menyantap makanan cepat saji satu kali sehari bisa mengalami kemerosotan nilai hingga 16 poin dan yang tiga kali sehari sebanyak 19 poin.

Para ahli menemukan bahwa makanan-makanan yang ada di restoran cepat saji, jika dikonsumsi dalam jumlah yang banyak akan menimbulkan gangguan kognitif pada anak.

Gangguan itulah kemudian mempengaruhi kemampuannya dalam menyerap ilmu di sekolah. Duh!aak/det


View Post
Ada segudang pilihan kegiatan ekstrakurikuler anak di luar sekolah. Kegiatan tambahan ini bisa untuk mengasah bakat seni atau kemampuan olahraganya.

Tapi jangan silau dengan banyaknya pilihan les demi untuk memuaskan keinginan orang tua. Jangan pula anak dituntut ikut beragam les tanpa melihat kemampuan dan keinginan si anak. Selain kegiatan sekolah yang memiliki rutinitas sama, anak-anak memang membutuhkan kegiatan tambahan (ekstrakurikuler)yang bisa menghilangkan kejenuhan. Ekstrakurikuler juga bisa menambah teman, menyalurkan hobi dan juga meningkatkan sosialisasi buat anak.

Les Anak : Cara Cermat Memilih
Ekstrakurikuler buat anak bisa didapat dari sekolah ataupun memasukkan anak-anak ke tempat kursus di luar sekolah. Ekstrakurikuler yang bisa dipilih tergantung dari hobi dan minat si anak.

Ada beraneka pilihan untuk kegiatan ekstrakurikuler ini mulai dari sekolah olahraga, sekolah musik, drama, les bahasa, fotografi ataupun kegiatan tambahan lainnya.

Tapi meski ada banyak pilihan les untuk menambah keterampilan anak ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti dikutip dari eHow:

  1. Cari tahu apa yang menjadi hobi dari si anak. Meskipun banyak keuntungan yang bisa didapat oleh anak dengan ikut kegiatan yang baru, orang tua juga harus memastikan bahwa kegiatan tersebut akan menarik untuk anak.

  2. Cari beberapa pilihan ekstrakurikuler yang sesuai untuk anak. Temukan kapan waktunya, seberapa sering ekstrakurikuler tersebut, berapa biayanya, dan siapa pengajar atau pengawasnya.

  3. Diskusikan hasil pilihan orang tua dengan anak. Orang tua juga ingin memastikan bahwa anak juga akan senang melakukan kegiatan tersebut, bukan karena paksaan dari orang tua saja.

  4. Berikan dua atau tiga pilihan kepada si anak.

  5. Anak akan lebih berkomitmen untuk menjalani ekstrakurikuler pilihannya sendiri.

  6. Orang tua juga harus terlibat, dengan ikut mengantar atau menjemput sang anak saat menjalani ekstrakurikuler, dan memberikan dukungan saat anak mengikuti lomba dari ekstrakurikuler tersebut.


Sebagai orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Tapi ada satu hal yang harus diingat bahwa anak harus menikmati segala sesuatu yang mereka jalani tanpa ada paksaan ataupun hal lain yang membuat anak-anak merasa tidak nyaman mengikutinya.

Sebaiknya jangan memberikan anak kegiatan ekstrakurikuler yang terlalu banyak, yang membuat anak tidak punya waktu untuk bermain dengan teman-temannya, menikmati waktunya sendiri, dan bisa saja mengganggu waktu belajarnya di sekolah yang bisa menurunkan prestasi belajarnya.

Jadi, cermatlah dalam memilih kegiatan ekstrakurikuler untuk sang buah hati.ver/det







View Post
Anak-anak yang bicaranya tak jelas atau sulit ditangkap dalam istilah psikologi/psikiatri disebut mengalami gangguan artikulasi atau fonologis. Namun gangguan ini wajar terjadi karena tergolong gangguan perkembangan. Dengan bertambah usia, diharapkan gangguan ini bisa diatasi.

Kendati begitu, gangguan ini ada yang ringan dan berat. Yang ringan, saat usia 3 tahun si kecil belum bisa menyebut bunyi L, R, atau S. Hingga, kata mobil disebut mobing atau lari dibilang lali.

"Biasanya gangguan ini akan hilang dengan bertambah usia anak atau bila kita melatihnya dengan membiasakan menggunakan bahasa yang baik dan benar," jelas Dra. Mayke S. Tedjasaputra. Hanya saja, untuk anak yang tergolong "pemberontak" atau negativistiknya kuat, umumnya enggan dikoreksi.

Sebaiknya kita tak memaksa meski tetap memberitahu yang benar dengan mengulang kata yang dia ucapkan. Misal, "Ma, yuk, kita lali-lali!", segera timpali, "Oh, maksud Adik, lari-lari."

Yang tergolong berat, anak menghilangkan huruf tertentu atau mengganti huruf dan suku kata. Misal, toko jadi toto atau stasiun jadi tatun. "Pengucapan semacam ini, kan, jadi sulit ditangkap orang lain," ujar pengajar di Fakultas Psikologi UI dan konsultan psikologi di LPT UI ini.

Gangguan Artikulasi Pada Anak

PENYEBAB

Gangguan fonologis bisa dikarenakan faktor usia yang mengakibatkan alat bicara atau otot-otot yang digunakan untuk berbicara (speech motor) belum lengkap atau belum berkembang sempurna; dari susunan gigi geligi, bentuk rahang, sampai lidah yang mungkin masih kaku.

Beberapa kasus gangguan ini malah berkaitan dengan keterbelakangan mental. Anak yang kecerdasannya tak begitu baik, perkembangan bicaranya umumnya juga akan terganggu. Bila gangguan neurologis yang jadi penyebab, berarti ada fungsi susunan saraf yang mengalami gangguan.

Sebab lain, gangguan pendengaran. Bila anak tak bisa mendengar dengan jelas, otomatis perkembangan bicaranya terganggu. Tak kalah penting, faktor lingkungan, terutama bila anak tidak/kurang dilatih berbicara secara benar.

TERAPI BICARA

Bila penyebabnya kurang latihan atau stimulasi, akan lebih mudah dan relatif lebih cepat penyembuhannya asal mendapat penanganan yang baik. Namun bila dikarenakan gangguan neurologis, perlu dikonsultasikan ke ahli neurologi. Sementara jika berhubungan dengan keterbelakangan mental, biasanya relatif lebih sulit karena tergantung tingkat keterbelakangan mentalnya.

"Kalau masuk kategori terbelakang sedang, pengucapan kata-kata anak biasanya juga sulit ditangkap. Akan tetapi dengan pemberian terapi bicara, pengucapannya bisa agak jelas, meski ada juga beberapa yang masih sulit dicerna oleh orang yang mendengarkannya," jelas Mayke.

Yang jelas, jika gangguannya masuk dalam taraf sulit, dianjurkan membawa anak berkonsultasi. Kriteria sulit: bila sudah mengganggu komunikasi atau kontak dengan orang lain, bahkan orang serumah pun tak mengerti apa yang dimaksudnya. Bila sudah ber"sekolah", gangguan ini bisa mempengaruhi prestasi.

Misal, harus bernyanyi di depan kelas, tapi karena belum fasih membuatnya tak berani tampil. Jikapun berani, pengucapannya yang tak jelas akan memancing teman-teman mengolok-oloknya.

Dibutuhkan bantuan ahli terapi bicara untuk mengatasinya. Biasanya terapis akan menelaah kembali apakah si kecil mengalami gangguan speech motor. Gangguan speech motor ada yang bisa dilatih seperti halnya meniup lilin. Tak jarang perlu pula bantuan ahli THT untuk mengoreksi adanya gangguan pada organ-organ yang berhubungan dengan bicara yang berada di daerah mulut.

Mungkin ada anak yang lidahnya tak terbentuk dengan baik, hingga terlalu pendek dan mempengaruhi kemampuan bicaranya. Cacat bawaan seperti sumbing juga bisa berpengaruh pada cara bicaranya, tapi gangguan ini bisa diatasi dengan operasi dan terapi bicara.

BAWA BERKONSULTASI

Anak yang mengalami gangguan fonologis kriteria sedang hingga berat, biasanya terlambat pula perkembangan bicaranya. Misal, baru bisa bicara di usia 3 tahun, atau usia 2,5 tahun baru bisa menyebut Mama/Papa. Kemungkinan lain, meski sudah 2 tahun tapi kemampuan bicaranya masih tahap bubbling alias tanpa arti, seperti "ma...mapa...pa". Namun bahasa resetif atau penerimaannya cukup baik, hingga bila ia disuruh atau diajak bicara akan mengerti.

Yang seperti ini pun, saran Mayke, sebaiknya dibawa berkonsultasi karena bila dibiarkan berlanjut, kemungkinan anak akan mengalami gangguan fonologis lebih parah. Itu sebab, bila sejak usia 10 bulan atau setahun, anak mulai dapat menyebut "Mama/Papa", tapi selepas 2 dua tahun tak bertambah, kita harus curiga dan cepat minta bantuan ahli. Terlebih bila kita sudah cukup banyak memberi stimulasi atau rangsangan. Bisa dengan membawanya ke psikolog/psikiater lebih dulu untuk mengetahui apakah ia mengalami gangguan fonologis karena keterbelakangan mental, gangguan neurologis, atau sebab lain.

Bila masalahnya menyangkut gangguan yang tak bisa ditangani psikolog, sebaiknya anak dirujuk ke ahli lain, seperti neurolog atau ahli terapi bicara. Para ahli terapi bicara bisa ditemui di berbagai institusi yang melakukan terapi untuk anak autis atau anak yang mengalami gangguan perhatian. Mereka biasanya juga menangani anak yang mengalami gangguan bicara. Sedangkan lama penanganan tergantung beberapa hal. Seperti berat-ringan gangguan, upaya/kesediaan orang tua untuk mengantar anaknya terapi secara teratur maupun melatihnya di rumah, serta kerjasama dari anak. Jadi, saran Mayke, kita jangan segan-segan menanyakan pada terapis apa yang perlu dilakukan di rumah untuk menangani anak. Harusnya terapis-terapis pun cukup terbuka untuk memberi saran atau masukan seperti itu.

Keahlian terapis juga mempengaruhi tenggang waktu yang dibutuhkan untuk menangani gangguan anak. Begitu pula penguasaan/pendalaman terhadap masing-masing bentuk gangguan, tingkat kesulitan, dan cara penanganan yang tepat untuk tiap gangguan tadi. Selain, terapis juga harus bisa membina hubungan baik dengan anak, hingga anak merasa senang mengikuti program tersebut. Sebaliknya, akan jadi kendala bila si terapis kaku dan tak bisa membujuk anak

Sumber : tabloid nakita (KG Group)
View Post
Siaran televisi mempunyai dampak sangat besar dalam kehidupan manusia. Sering kali apa yang ditayangkan dalam kotak ajaib itu memancing hasrat penonton untuk ikut melakukannya.

[caption id="" align="aligncenter" width="468"]Pengaruh Buruk Tayangan TV Bagi Anak-Anak Photo Credits: telegraph.co.uk[/caption]

Simak saja bagaimana siaran televisi mampu membentuk budaya massa di berbagai belahan dunia.

Irlandia
Gara-gara serial Sex and the City, sekarang penduduk di sana lebih menggemari minum vodka ketimbang whiskey.

Brasil

Saat ini terjadi penurunan angka kelahiran di negara pengekspor telenovela ini. Data statistik menunjukkan, angka kelahiran di negara ini turun menjadi 2,3 anak per wanita dari angka sebelumnya, 6,3. Konon, penurunan tersebut terjadi karena kebanyakan cerita telenovela menampilkan sosok keluarga kecil.

Israel

Serial In Treatment yang ditayangkan di HBO menyebabkan tren baru di negara ini: mengikuti sesi terapi.

Amerika Serikat

Penduduk AS yang sering menonton tayangan tentang operasi plastik ditengarai tertarik untuk melakukan hal yang sama.

China

Media lokal di sana menyebutkan, serial Friends membuat orang-orang muda di China meniru gaya hidup para tokoh dalam serial terkenal itu. Salah satunya dengan menempati apartemen berdekatan dengan teman-temannya.

Butan

Pemerintah di negara yang memiliki slogan Gross National Happiness ini melarang siaran MTV dan World Wrestling Entertainment karena alasan meningkatnya tindakan kekerasan di kalangan anak-anak.

Indonesia

Hasil penelitian LIPI menyebutkan, dampak tayangan pornografi di televisi menyebabkan meningkatnya kasus kehamilan tidak dikehendaki di kalangan remaja, kekerasan seksual, bahkan aborsi. Demikian juga dampak tayangan berbau kekerasan. Salah satunya adalah maraknya aksi para bocah polos yang meniru gerakan para pegulat smackdown beberapa waktu lalu.AN/kmps
View Post
Otot lengan yang semakin kuat, membuat si kecil ingin sekali memanjat. Dilarang saja agar ia tak jatuh?

“Wah, anakku sekarang mulai nakal, suka manjat-manjat,” tutur seorang ibu muda pada temannya. Anaknya kini memang sedang mencoba-coba mencari sesuatu yang tinggi untuk dipanjat. Mengapa anak usia ini ingin sekali memanjat?



Koordinasi otak, mata, lengan dan kaki

Keterampilan memanjat menyangkut kerja otak, yang memerintahkan mata-lengan dan kaki untuk bersama-sama bekerja menghasilkan gerakan yang disebut memanjat. Jadi, memanjat, meski tampak sepele, sebetulnya menyangkut kematangan berpikir, kematangan otot lengan dan kematangan otot tungkai dan batang tubuh.

Kematangan berpikir terjadi saat anak sadar akan adanya dimensi ketinggian, dan mulai berpikir bahwa benda-benda yang letaknya di atas dapat diraihnya dengan cara memanjat. Sedangkan kematangan otot lengan, adalah ketika anak mencoba menopang tubuhnya dan menjaga keseimbangan menggunakan kedua lengannya, kemudian menaikkan kaki.

Jelaslah, keinginan anak untuk mencoba memanjat tidak ada hubungannya dengan kenakalan atau keisengan.

Latihan sangat perlu

Rasa ingin tahu anak mengarahkannya untuk melakukan sesuatu, termasuk memanjat. Jangan halangi rasa ingin tahu si kecil dengan melarangnya memanjat, karena Anda takut ia jatuh. Sebab, keterampilan memanjat diperlukan anak kelak. Daripada melarangnya memanjat, lebih baik:

* Beri fasilitas yang aman untuk dipanjat . Misalnya, kursi yang kokoh atau meja rendah yang tidak terbuat dari kaca. Bisa juga mengajak anak menaiki tangga yang tersedia di play ground .
* Dampingi saat memanjat . Setelah memanjat, kadang-kadang anak tidak dapat turun sendiri. Bisa saja ia berteriak-teriak minta diturunkan. Bantu dan ajarkan si kecil cara turun yang tepat agar ia tidak jatuh.
* Jangan menjerit . Saat Anda melihat anak memanjat teralis, misalnya, jangan menjerit. Tetaplah tenang, dekati si kecil dan gapai dia. Jeritan Anda dapat membuat anak kaget, dan tidak mustahil ia malah terjatuh.

Immanuella F. Rachmani
View Post